PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 189 karyawannya. Namun, para pekerja terancam tak terpenuhi hak-haknya.
Ketua Umum Serikat Pekerja Jiwasraya, Hotman David, mengungkapkan, manajemen Jiwasraya bakal melakukan rasionalisasi terhadap seluruh pegawai melalui PHK dengan beberapa tahapan di tahun 2023, yang berujung pada penghentian total Jiwasraya.
“Kenyataannya kami yang masih loyal sampai saat ini, dengan melaksanakan seluruh tugas dengan baik, dihadapkan dengan kenyataan akan diberhentikan,” kata David, saat konferensi pers di Hotel Diradja, Jakarta Selatan, Selasa (29/11).
Para karyawan, kata David, sebenarnya tidak setuju dengan langkah tersebut, karena beberapa persoalan yang belum terselesaikan dengan jelas.
“Kondisi dari yayasan kesejahteraan kami pun juga belum clear. Kemudian manajemen juga masih mempunyai utang untuk melakukan top up terhadap dana pensiun pemberi kerja Jiwasraya,” tutur David.
David mengaku, telah mengadukan keseluruhan permasalahan kepada Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun sampai saat ini, pihaknya belum menerima tanggapan.
Karyawan Dipaksa Resign
Sekretaris Jenderal 1 Serikat Pekerja Jiwasraya Nugroho Eko Wibowo, menjelaskan, pada awalnya para karyawan dijanjikan oleh pihak manajemen akan dipindahkan ke perusahaan baru, IFG Life. Namun, dalam prosesnya, para karyawan diminta mengundurkan diri secara sukarela.
“Bukan diberhentikan. Sehingga secara hak itu tidak sepenuhnya sebagaimana orang diberhentikan oleh perusahaan,” beber Nugroho.
Proses migrasi pun telah berjalan. Dari 189 orang, 100 orang telah bersedia untuk ikut migrasi. Namun, lanjut Nugroho, kemarin manajemen mengumumkan proses migrasi tidak bisa dilanjutkan.
“Sehubungan dengan perusahaan baru IFG Life sudah tidak menerima lagi karyawan dari PT Asuransi Jiwasraya. Dengan alasan ketidakmampuan perusahaan masalah keuangan,” ungkap Nugroho.
Berangkat dari hal tersebutlah tidak lama berselang, manajemen mengumumkan PHK sepihak pada awal November kemarin.
Pesangon Tak Jelas
Skema pengunduran diri inilah, menurut Nugroho, manajemen punya argumentasi jika para karyawan hanya akan menerima sebagian haknya. Atas dasar ini, Nugroho merasa mendapat perlakuan tidak adil, di mana para karyawan seolah dipaksa merelakan hak-haknya yang sudah ditabungkan sedari awal bekerja kepada negara.
“Management hanya menginginkan bahwa manfaat (pesangon) itu adalah ketika di-PHK, harus mengundurkan diri. Sehingga hanya manfaat pengunduran diri yang akan diberikan oleh manajemen,” imbuh Nugroho.
Sebenarnya, Nugroho mengatakan, pihaknya menolak untuk di-PHK demi kelangsungan keluarga. Namun kalaupun memang tindak PHK dilakukan, para karyawan meminta diberikan kompensasi penuh.
“Kalau memang mau di-PHK atau diberhentikan, ya kami juga ingin adanya penggantian hak sesuai dengan yang sudah kami tabung sejak kami bekerja di Jiwasraya. Kami hanya dibayar mungkin 50%-nya saja, kami harus menghibahkan kepada negara,” ungkap Nugroho.
Direksi Naik Gaji dan Dapat Bonus
Di sisi lain, Nugroho mengatakan, pihaknya menemukan kalau para jajaran direksi masih menerima kenaikan gaji hingga bonus dari Kementerian BUMN. Bahkan sejak 2021, lanjutnya, hak-hak yang ada dalam perjanjian perusahaan dengan karyawan pun tidak diberikan sepenuhnya.
Nugroho mengatakan, alasan perusahaan tidak membayarkan hak para pegawai adalah karena ketidakmampuan dan share the pain atau berbagi kesulitan kepada pegawai akibat kasus yang menimpa Jiwasraya.
“Alangkah lucunya, karyawan harus menanggung apa yang dilakukan perusahaan dari hak-haknya, sementara direksi menikmati semua fasilitas secara penuh. Apalagi, direksi ini direksi baru,” kata Nugroho.
“Apalagi, dua bulan lalu mereka baru mendapat bonus dan kenaikan gaji. Sementara kami, dari 2019 sampai sekarang sudah tidak ada kenaikan gaji,” pungkasnya.