Program food estate atau lumbung pangan nasional yang diluncurkan pemerintah beberapa waktu lalu di Kalimantan Tengah hingga Papua menjadi hal yang mendesak untuk direalisasikan. Sebab, hal itu diyakini dapat mengantisipasi ketidakpastian global pasca pandemi hingga konflik Rusia-Ukraina yang mengancam krisis pangan dunia.
Namun masalahnya, program food estate banyak yang tenggelam dan tidak terlihat berjalan.
“Lumbung pangan di Kalimantan itu serius atau tidak, jadi atau tidak? Food estate apa kabar? Sampai sekarang bagimana?” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin dikutip RMOL, Jumat (30/12).
Food estate yang diamanahkan Presiden Joko Widodo ke Menteri Pertahanan Prabowo Subianto hingga kini belum juga kelihatan progresnya.
“Kalau hanya sekadar lip service atau diresmikan tapi tidak ada program atau kegiatan memproduksi pangan di Indonesia, ya percuma. Mestinya antisipasi meminimalisir impor,” tuturnya.
Seharusnya, kata Ujang, sebagai negara agraris yang besar, Indonesia mampu memformulasikan politik dan strategi pangan agar lebih kuat terhadap gejolak global yang kapan saja bisa terjadi.
“Ketahanan pangan di republik ini sangat rentan. Kenapa? Kita ini semua produk impor. Beras, kedelai, gandum, gula, garam, semua impor. Lalu ketahanan pangan kita di mana?” tukas Dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Atas dasar itu, program lumbung pangan nasional yang sudah bagus itu sedianya diseriusi oleh pemerintah. Sebab, krisis pangan akan selalu membayangi dunia akibat gejolak geopolitik yang terjadi dewasa ini.
“Ketika negara memberikan kewenangan kepada Pak Prabowo mengangkat lumbung pangan mestinya jalan, bergerak memberikan manfaat. Sampai sekarang enggak jelas, sampai di mana food estate itu?” tandasnya.
Proyek food estate sendiri telah masuk ke dalam Progeam Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. Setidaknya, ada empat lokasi food estate, yakni Kalimantan Tengah (Kalteng), Sumatra Selatan (Sumsel), Sumatra Utara (Sumut), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Anggota DPD RI Fahira Idris, isu ketahanan pangan masih jadi persoalan di tahun 2022 karena terimbas pandemi, hingga konflik Rusia-Ukraina yang mengancam krisis pangan dunia.
“Ketahanan pangan masih jadi PR besar kita. Tahun 2022 ini membuka mata bahwa ketahanan pangan dunia sejatinya sangat rapuh,” kata Fahira kepada redaksi, Kamis (29/12).