Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak untuk mendukung Swedia bergabung dengan NATO setelah pembakaran Al Quran di luar kedutaan Ankara, Stockholm.
“Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan kami untuk NATO,” kata Erdogan dalam tanggapan resmi pertamanya terhadap tindakan politisi anti-Islam selama protes pada Sabtu (21/1) disetujui polisi Swedia meski Turki keberatan.
“Jelas mereka yang menyebabkan aib seperti itu di depan kedutaan besar negara kami tidak lagi dapat mengharapkan kebaikan dari kami atas permohonan mereka untuk menjadi anggota NATO,” tegas Erdogan dikutip dari AFP.
Komentar Erdogan membuat prospek Swedia dan Finlandia bergabung aliansi pertahanan Barat sebelum pemilihan presiden dan parlemen Turki pada Mei mendatang semakin jauh.
Turki dan Hungaria adalah satu-satunya anggota NATO yang tidak meratifikasi keputusan bersejarah negara-negara tetangga Nordik itu untuk mematahkan tradisi non-blok militer mereka dalam menanggapi invasi Rusia ke Ukraina.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban telah berjanji bahwa parlemennya akan menyetujui dua penawaran bulan depan.
Namun, semua berubah setelah aksi pembakaran Al Quran, pada Sabtu (21/1). Swedia pun kini bereaksi dengan sangat hati-hati terhadap pernyataan Erdogan.
“Saya tidak bisa mengomentari pernyataan malam ini. Pertama, saya ingin memahami persis apa yang dikatakan,” kata Menteri Luar Negeri Tobias Billstrom kepada kantor berita Swedia TT.
Erdogan mengatakan pembakaran Al Quran yang merupakan kitab suci umat Islam adalah kejahatan rasial yang tidak dapat dibela dengan alasan kebebasan berbicara.
“Tidak seorang pun berhak mempermalukan orang-orang kudus,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional.
“Ketika kita mengatakan sesuatu, kita mengatakannya dengan jujur, dan ketika seseorang menghina kita, kita menempatkan mereka pada tempatnya.”
Semua bermula dalam aksi menentang Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan digelar di Stockholm, Swedia pada Sabtu (21/1).
Aksi itu dilakukan buntut permintaan Erdogan agar Swedia tak lagi melindungi aktivis Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang kabur dari Turki ke negara tersebut. Permintaan itu disampaikan Erdogan sebagai salah satu syarat jika Swedia ingin mendapatkan restu Turki masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Massa berunjuk rasa dengan membentangkan spanduk besar berwarna merah bertuliskan “Kita semua PKK”. Turki menganggap PKK sebagai kelompok separatis bahkan organisasi teroris. Selain Turki, Amerika Serikat dan beberapa negara lain juga melarang aktivitas PKK di negaranya.
Berbagai aktivis hingga politikus ikut dalam demonstrasi anti-Erdogan itu. Politikus Swedia Rasmus Paludan yang terkenal anti-Islam bahkan membakar Al Quran dalam demo tersebut.
Merespons hal itu, Turki dan sejumlah negara seperti Arab Saudi, Yordania, Kuwait, hingga Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran tersebut.