Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dalam rangka menggenjot pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan dinilai tidak efektif. Bahkan, tidak sedikit proyek yang menelan dana triliunan rupiah itu telah memberikan manfaat bagi masyarakat. Penyebabnya adalah minimnya kajian.
Salah satu contoh dari program pemerintah yang terkesan mubazir adalah food estate yang dikomandoi Kementerian Pertahanan, dan berlokasi di kabupaten gunung Mas di Kalimantan Tengah.
Proyek yang digarap pada tahun 2021 sampai 2022 ini diorientasikan sebagai lumbung pangan nasional untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia dalam jangka panjang. Proyek tersebut masuk program stategis nasional dari tahun 2020 sampai 2024.
Namun, berdasarkan laporan media dan aktivis lingkungan Green Peace dan Walhi, proyek yang telah menghabiskan dana Rp 1,5 triliun itu mangkrak. Padahal untuk proyek seluas 33.750 Hektar telah dibuka, dimana 600 hektar diantaranya ditanami songkong.
Tak hanya itu, pengerjaan proyek yang tanpa didahului analisis dampak lingkungan telah menimbulkan banjir di 6 desa di sekitarnya.
Menurut Tokoh Nasional, Rizal Ramli, penyebab dari mangkraknya proyek infrastruktur yang terjadi sekarang ini disebabkan tidak adanya kajian secara komprehensif dari menteri di kabinet yang ditugaskan presiden untuk menjalankan program.
Rizal Ramli memberikan contoh ketika di era Presiden Abdurrachman Wahid atau karib disapa Gus Dur. Kala itu, Gus Dur memercayai Rizal Ramli sebagai Kepala Bulog. Rizal Ramli pun menanyakan tugas apa yang harus dikerjakan?
“Tugas saya apa Gus? Kata Gus Dur, tugas kamu bagaimana supaya petani seneng,” tutur bekas Anggota Tim Panel Bidang Ekonomi PBB bersama tiga peraih Nobel itu menirukan perkataan Gus Dur.
Usai mendapat amanah dari Gus Dur, Rizal Ramli pun segera membuat pemetaan masalah dan kajian. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah menghapus utang petani dan bunganya.
“Bagaimana caranya supaya petani seneng? Ya urusan kite. Makanya ketika itu saya hapuskan kredit macet petani, sisa kredit usaha tani Pak Habibi dan Adi Sasono Rp 26 triliun. Karena petani itu diuber polisi, diuber camat suruh bayar utangnya kalau nggak, maka disita tanahnya,” demikian disampaikan Rizal Ramli mengutip dari Channel YouTube Jakartasatu, Senin (6/2).
Gus Dur pun diakui Rizal Ramli sempat risau dengan kebijakan itu. Namun, setelah diberikan penjelasan secara logis, pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dapat memahami dan menyerahkan sepenuhnya pada Rizal Ramli untuk mengatasi persoalan petani.
“Saya menghadap Gus Dur menyampaikan, Gus, kalau seandainya kita sita tanah ini. Terus kita mau ngapain? Kata Gus Dur, bener juga kalau tanah disita, negara mau ngapain dengan tanah ini? Jadi menurut kamu bagimana Rizal, kata Gus Dur. Ya sudah kita hapusin saja hutang dan bunganya 26 triliun,” cerita Rizal Ramli
“Itu duit gede Rizal, kata Gus Dur. Kamu bisa ditangkap lho menghapus utang petani dan bunganya. Saya bilang, Gus kalau mau ada yang nangkep saya, ya tangkap saja saya sepeser pun nggak ambil. Nah akhirnya dilakukan penghapusan hutang petani berikut dan bunganya. Petani senang nggak diuber-uber polisi, camat. Petani happy,” tutur Rizal Ramli.
Setelah masalah ekonomi petani teratasi, Rizal Ramli melanjutkan program peningkatan produksi pertanian dan kesejahteraan para petani.
“Setelah masalah ekonomi petani sudah kami atasi, kita melanjutkan program kesejahteraan bagi para petani dengan cara menaikkan harga pembelian gabah dibanding pupuk dengan cara 1 berbanding 1/2. 1 untuk beli pupuk, yang 50% (1/2) untuk keuntungan petani. Kemudian saya naikkan menjadi 1 banding 0,75. 1 untuk pupuk, yang 0,75 untuk keuntungan petani. Petani jadi tambah semangat karena kalau nanam padi petani jadi untung,” ungkap Rizal Ramli.
“Hasil dari kebijakan itu, dua tahun kepemimpinan Gus Dur nggak pernah impor beras. Jadi nggak ribet amat. Karena tim produksi itu bukan dengan bikin food estate. Yang ada malah triliunan habis nggak jelas. Karena pejabat mroyek gitu lho,” tukas Rizal Ramli.
“Pejabat itu mestinya merumuskan kebijakan. Misalnya neh kalau kita lebih agresif lagi, kita naikin gabah dan pupuk 2 – 1. 1 untuk pupuk, 100 untungnya untuk petani. Petani pasti seneng banget, swastapun tertarik. Kenapa? Karena setiap 4 bulan untungnya 100%. Taro lah ada pengeluaran hal-hal lainnya 50 %, tapi kan masih untung 50%. Mana ada bisnis yang untungnya 50 %. Akhirnya mereka yang bikin sawah. Mereka uang naikkan produksi. Bukannya pakai proyek pemerintah yang menghabiskan duit,” sesal Rizal Ramli.
“Nah hal-hal yang sederhana ini Jokowi dan menterinya nggak pada ngerti. Karena mentalnya pedagang maunya mroyek terus,” pungkasnya.