Gugatan sengketa pemilu yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dinilai salah alamat. Pasalnya, gugatan itu masuk ranah perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengungkap persoalan gugatan Partai Prima yang diterima PN Jakpus ini melalui perspektif kewenangan pengadilan terhadap suatu perkara.
Gugatan yang dilakukan Partai Prima, menurut Bivitri, menghasilkan putusan yang di luar kewenangan Pengadilan Negeri (PN), karena materiilnya berupa proses pelaksanaan tahapan pemilu.
“Jadi PN itu tidak berwenang. Dari awal hakim begitu melihat perkaranya seperti itu, dia harusnya (nyatakan) no (menolak gugatan Prima),” kata Bivitri dalam keterangan pers, Jumat (3/3).
Bivitri menjelaskan, pengadilan tidak berwenang menindaklanjuti perkara sengketa pemilu. Karena tidak ada aturannya dalam peraturan perundang-undangan terkait.
“Enggak ada satupun ketentuan di UU Pemilu bahwa pengadilan perdata dalam urusan pemilu. Karena jelas urusan pemilu itu administrasi pemerintahan. Jadi bukan perdata,” imbuh pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Indonesia Jentera ini.
Maka dari itu, Bivitri memandang gugatan Prima ke PN Jakpus, khususnya mengenai proses pelaksanaan verifikasi administrasi yang tidak memenuhi syarat (TMS), dinilai sudah melampaui batas kewenangan PN.
“Jadi memang kalau persoalannya adalah kegagalan verifikasi partai politik jalurnya itu Bawaslu sama PTUN. Setahu saya, Partai Prima sudah menjatuhkan (gugatan ke Bawaslu) itu,” tutur Bivitri.
“Jadi ini agak kecolongan kita, bahwa ada gugatan perdata yang dilakukan. Mmemang enggak boleh masuk lewat perdata,” pungkas Bivtri.