Satu per satu skandal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai terkuak.
Kabar terbaru, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap adanya transaksi gelap senilai Rp 300 triliun di Kemenkeu.
Sebelum munculnya isu transaksi gelap di Kemenkeu yang mencapai Rp 300 triliun, publik juga sempat dihebohkan dengan adanya temuan mutasi rekening bekas pejabat Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya yang mencapai hingga Rp 500 miliar.
Kemudian PPATK juga mengumumkan beberapa kejanggalan-kejanggalan terkait dengan transaksi itu yang betul-betul membingungkan.
Hal ini kemudian menjadi pertanyaan publik bagaimana peran dan fungsi dan tanggung jawab dari seorang Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan.
“Akhirnya orang berpikir ya sudah stop bayar pajak, sudah ada gerakan stop bayar pajak. Tapi direspons oleh Sri Mulyani dengan angkuhnya ‘kalau gak bayar pajak saya naikkan lagi PPN 2 kali lipat’ apa korelasinya?” tukas Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad Yani dalam channel YouTube yang ditulis redaksi, Senin (13/3) .
Namun demikian, Yani menegaskan, budaya malu di kalangan pejabat di Indonesia untuk mengundurkan diri masih sangat langka, berbeda dengan negara maju seperti Jepang dan Inggris atau negara maju lainnya.
“Yang selama ini pegawai pajak dibawah Sri Mulyani. Sebagai Menteri Keuangan yang harusnya dia bertanggung jawab. Kalau di Jepang di negara yang beradab di negara-negara maju dia harusnya sudah mundur,” tukas Ahmad Yani.
“Kalau orang masih punya rasa malu, punya moralitas, dia mundur. Mau tidak mau harus ada tanggung jawab dia sebagai Menteri Keuangan. Sayangnya dia tidak mundur. Ini harus diusut keterlibatannya jangan-jangan banyak hal yang tidak diketahui,” sambungnya.
Wajar saja, tambah dia, rakyat dalam keadaan susah, sakit hati untuk bayar pajak jika melihat fenomena di pajak seperti itu. Pajak mereka bukan dalam rangka untuk bagaimana membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tetapi dalam formulasinya untuk kepentingan para oligarki.
Untuk itu, ia menegaskan sudah saatnya mendorong aparat penegak hukum (APH) mengusut kasus pajak, dengan kasus bea cukai dan kasus lainnya.
Bila perlu, kata mantan anggota komisi III DPR RI ini, Sri Mulyani turut diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“Kalau memang punya moral, punya malu, Sri Mulyani harus segera mundur dan KPK harus masuk untuk memeriksa. KPK harus periksa dong banyak sekali persoalan-persoalan yang seperti ini tidak bisa Sri Mulyani lepas tanggung jawab,” pungkasnya.