Minggu, 3 Desember 2023
spot_img

Sekjen Sema Paramadina: Jokowi, Gibran, Anwar Usman, dan Kroninya Membunuh Demokrasi

BERITA TERKAIT

Sejak awal pemerintahan Jokowi gejala untuk menjerumuskan demokrasi dalam kehancuran telah tercium. Mulai Legislatif yang didominasi partai Jokowi dan partai pengusungnya mereduksi asas check and balance.

“DPR tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas dari eksekutif, malah melegitimasi seluruh hajat dari eksekutif. Terbukti dari beberapa undang-undang yang kontroversial ataupun anggaran yang diajukan eksekutif dengan mulus diloloskan oleh DPR tanpa menjalankan fungsi pengawasannya,” tutur Sekjen Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina, Afiq Naufal, Rabu (8/11).

Mega proyek yang dibangun prokapital pun, menurut Afiq, tanpa mempertimbangkan kajian akademis secara kompeherensif ataupun pelembagaan audit seperti IKN, PSN, dll dijalankan dengan sangat sporadis. Bahkan seringkali mengorbankan hak asasi rakyat kecil demi oligarki.

“Paling dekat kita lihat Ketua MK Anwar Usman, ipar Jokowi atau paman dari Gibran, memuluskan jalur sutra politik dinasti. Memuluskan kembalinya kematian demokrasi melalui nepotisme. Padahal dengan sangat jelas konstitusi kita mengecam hal tersebut,” sesal Afiq.

Padahal, sambung Afiq, hukum mengenai praktik nepotisme sendiri telah diatur dalam UUD RI UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam pasal tersebut juga memuat pengertian dari nepotisme. Menurut UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

“Bahkan menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara yang terbukti melakukan praktik nepotisme, akan dikenai konsekuensi hukum,” jelas Afiq.

Selain itu, lanjut Afiq, seluruh pakar hukum ketaranegaraan sengan tegas nenyatakan apa yang dilakukan MK adalah penyelundupan hukum dan pengkebirian pelembagaan yudikatif kita. Tugas legislatif sebagai positive legislator atau open legal policy, diambil alih oleh Ipar Jokowi untuk memuluskan putra mahkota dinasti keji Gibran. Hal tersebut kemudian memicu akan terjadinya sengketa pemilu dengan dalil hukum konstitusi.

“Jadi tidak ada narasi yang dapat membenarkan apa yang dilakukan Jokowi dan kroninya. Dinasti tersebut telah membunuh habis demokrasi. Sehingga saya mengingatkan kembali dan menuntut keras turunkan Ketua MK, Jokowi dan kroninya. Saya mengajak seluruh mahasiswa Indonesia dan masyarakat luas untuk kembali melawan agar demokrasi dapat kita tegakkan kembali,” tandas Afiq.

spot_imgspot_img
spot_img

Hot Topics

Related Articles