Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tak punya hak untuk mengintervensi mengubah format debat calon presiden dan wakil presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“KPU adalah lembaga independen penyelenggara pemilu, tidak tunduk pada cawe-cawe presiden, apalagi perintah untuk mengubah format debat. Yang bisa menentukan apakah ada pelanggaran dalam debat adalah Bawaslu, bukan presiden. Tolak intervensi presiden!” tegas Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, Selasa (9/1).
Menurut Anthony, alasan Jokowi bahwa paslon menyerang personal paslon lainnya dalam debat capres hanya mengada-ada.
“Sejauh ini, yang dibahas dan dijadikan pertanyaan adalah prestasi dan rekam jejak kebijakan masing-masing paslon ketika menjabat, ada yang klaim keberhasilan dan ada yang pertanyakan kinerjanya,” tutur Anthony.
Semua itu, kata Anthony, tentu saja sangat relevan untuk diketahui publik. Rekam jejak kepemimpinan di masa lalu sangat penting untuk menjadi barometer dan cermin kepemimpinan di masa depan.
Anthony pun menyinggung hal yang pernah dilakukan Jokowi dalam debat Pilpres 2019, yang pernah melakukan serangan secara personal kepada Prabowo sebagai lawan politiknya. Bahkan, sambung Anthony, serangannya itu tak ada hubungannya dengan kebijakan.
“Jokowi sendiri dalam debat-debat capres sebelumnya pernah lebih keras menyerang personal paslon lainnya (Prabowo), yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan. Antara lain, terkait masalah HAM dan kepemilikan lahan,” tutur Anthony.
“Jadi, Jokowi tidak ada kredibilitas untuk mengomentari debat capres, apalagi minta KPU mengubah format debat, yang bukan wewenang presiden,” tandas Anthony.