Sabtu, 18 Mei 2024
spot_img

Jokowi Menantang Rakyat

BERITA TERKAIT

PERNYATAAN Joko Widodo (Jokowi) bahwa Menteri hingga Presiden boleh berkampanye sangat dangkal dan berpotensi disalahgunakan aparatur. Tidak hanya itu. Statment tersebut juga melanggar sumpahnya sendiri saat menjabat sebagai pemimpin negara.

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.” Demikian kutipan pengucapan sumpah Presiden Jokowi di hadapan sidang terbuka MPR RI, (20/10/2019) di Jakarta.

Itu sumpah Presiden, ada sekian banyak UU yang membatasi pejabat publik untuk berpolitik praktis, ada juga TAP MPR, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Ironis, di tengah keresahan dan kritikan berbagai pihak, dari mulai tokoh bangsa, tokoh agama serta para guru-guru bangsa telah mengingatkan Presiden untuk berhati-hati dalam menghadapi Pilpres 2024 ini. Pagi tadi Jokowi dengan santainya menyatakan di hadapan Calon Presiden yang juga Menteri Pertahanan di bawah komandonya, di tempat instalasi militer, menyatakan bahwa Presiden boleh berkampanye dan memihak, karena Presiden adalah jabatan publik sekaligus jabatan politik, sebagaimana Menteri juga boleh. Batasannya hanya jangan memakai fasilitas negara.

Saya kira ini pernyataan yang multitafsir dan seakan menantang rakyat. Apapun keluhan mu rakyat, saya tidak peduli, ini presiden yang berkuasa dan didukung oleh kekuatan militer Indonesia.

Kepekaan terhadap kekhawatiran dan pertanyaan masyarakat luas tentang keberpihakan Presiden kepada calon tertentu, sama sekali tidak nampak, seolah-olah tidak ada masalah berarti. Pertanyaan publik mengenai bagaimana bantuan sosial alias bansos, bantuan pembangunan jalan-jalan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan lain sebagainya yang dipakai untuk menggenjot dukungan kepada salah satu paslon tertentu memanglah begitu adanya. Bagaimana mengukur soal tidak memakai fasilitas negara?

Pernyataan Jokowi sangat bertolak belakang, dulu katanya nggak boleh memihak, sekarang boleh…. Makin menunjukkan kepada rakyat, Jokowi di akhir masa kepemimpinan nya ternyata menunjukkan watak aslinya yang tidak seiya sekata, antara mulut dan tindakan.

Bagaimana menghubungkan antara larangan pejabat negara, pejabat publik dan pejabat fungsional termasuk kepada desa dll, tidak melakukan tindakan atau mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu sebagaimana UU Pemilu.

Artinya tidak hanya sekedar tidak memakai fasilitas negara, tetapi juga ada banyak rambu yang mesti dipedomani oleh presiden, karena itu menurut saya kita makin kering keteladanan pemimpin. Ini menyedihkan.

Oleh: Ridwan Darmawan, Praktisi Hukum dan Aktivis Pergerakan Mahasiswa ’98 yang terafiliasi di Forum Kota (Forkot)

spot_imgspot_img
spot_img

Hot Topics

Related Articles