SETARA Institute mempublish hasil penelitiannya terkait dengan daerah yang paling toleran dan intoleran di Indonesia sepanjang 2023. Ada 94 kota yang menjadi objek dalam indeks kota toleran (IKT).
Singkawang tercatat sebagai kota dengan skor toleransi tertinggi. Kota di Kalimantan Barat ini memperoleh skor 6,500.
Berturut-turut di peringkat 10 besar setelah Singkawang adalah Bekasi dengan skor 6,460; Salatiga dengan skor 6,450; Manado dengan skor 6,400 dan Semarang dengan skor 6,230.
Kemudian, Magelang dengan skor 6,220; Kediri dengan skor 6,073; Sukabumi dengan skor 5,997; Kupang dengan skor 5,953 dan Surakarta dengan skor 5,800.
Di sisi lain, ada 10 besar kota dengan skor toleransi terendah. Di posisi 94 atau terakhir adalah Depok dengan skor 4,010. Setelahnya berturut-turut Cilegon dengan skor 4,193; Banda Aceh dengan skor 4,260; Padang dengan skor 4,297 dan Lhokseumawe dengan skor 4,377.
Lalu, Mataram dengan skor 4,387; Pekanbaru dengan skor 4,420; Palembang dengan skor 4,433; Bandar Lampung dengan skor 4,450 dan Sabang dengan skor 4,457.
Dalam studi ini, SETARA menetapkan empat variabel dengan delapan indikator sebagai alat ukur.
Pertama adalah regulasi pemerintah kota. Indikator variabel ini adalah rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya serta ada tidaknya kebijakan diskriminatif.
Kedua, regulasi sosial. Indikatornya adalah peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi.
Ketiga, tindakan pemerintah. Indikatornya adalah pernyataan pejabat kunci tentang isu toleransi dan tindakan nyata terkait isu toleransi.
Keempat, demografi sosio-keagamaan. Indikatornya adalah heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan.
Sumber data penelitian diperoleh dari dokumen resmi pemerintah kota, data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media.
Pengumpulan data juga dilakukan SETARA melalui questioner self- assessment kepada seluruh pemerintah kota.
SETARA kemudian melakukan pembobotan dengan persentase berbeda pada setiap indikator dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat pengaruh masing-masing indikator pada situasi faktual toleransi di setiap kota.’