Selasa, 10 September 2024
spot_img

Habitat Orang Utan di Hutan Gambut Babahrot Berkurang Akibat Perluasan Perkebunan Sawit

BERITA TERKAIT

Habitat orang utan sumatera (Pongo abelli) di hutan Gambut Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya) semakin berkurang akibat perluasan perkebunan sawit.

“Dunia mendesak agar Indonesia lebih menjamin perlindungan keanekaragaman hayati di bumi ini. Saatnya kita bersuara dan bertindak,” kata Koordinator Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLH) Aceh, Yusmadi Yusuf, Kamis (23/5).

Yusuf mengungkapkan, selain menjadi habitat orang utan, kawasan gambut Babahrot juga menjadi tempat Beruang Madu, Harimau Sumatera, dan 300 jenis tumbuhan lokal.

Luas hutan gambut Babahrot awalnya 62 ribu hektare (Ha), kini hutan tersebut hanya tersisa 23.807 Ha saja. Menurutnya, okupansi perkebunan kelapa sawit telah mengkonversi hampir seluruh lahan gambut, bahkan 4.529 Ha kawasan hidrologi Gambut Babahrot telah dialihfungsikan.

“Parahnya, sebanyak 634,70 hektar hutan di Kawasan Lindung Gambut kembali dibuka dan dikeringkan. Hal ini melanggar Permentan No 14 tahun 2009 tentang larangan budidaya kelapa sawit di kawasan gambut dengan kedalaman lebih tiga meter,” tutur Yusuf.

KSLH pun telah menemukan ada dua perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas deforestasi terencana tersebut. Dua perusahaan tersebut yaitu PT DPL dan PT CA. Dalam kurun waktu satu tahun, 269,03 Ha hutan gambut Babahrot telah hilang.

“Investigasi kami menemukan, hutan dalam kawasan lindung gambut tengah dibuka dan dikeringkan oleh PT DPL dan PT CA,” papar Yusuf.

Menurut Yusuf, aktivitas pembukaan lahan juga tidak sesuai dengan arahan peta analisis kesesuaian revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan peta Hak Guna Usaha (HGU) dari kedua perusahaan tersebut. Peruntukan Kawasan Gambut yang merupakan bagian dari kawasan lindung gambut masih tumpang tindih dengan HGU dua perusahaan itu.

“Deforestasi ini telah menyebabkan populasi orang utan di Babahrot terusir dari habitatnya. Sejumlah sarang spesies kunci ditemukan di dalam kawasan lindung gambut ini,” ujar Yusuf.

Dalam beberapa kasus, orang utan terluka dan terisolasi akibat okupansi sawit, seperti anak orang utan jantan yang ditemukan terisolir di kebun masyarakat pada 2019. Selain itu ada juga kasus induk orang utan dan anaknya yang terisolasi pada 2020, dan dua induk orang utan dengan anak yang ditemukan kurus di Hutan Babahrot pada 2022.

“Deforestasi terencana di Hutan Gambut Babahrot ini telah menyebabkan populasi orang utan makin terusir. Kami menemukan sejumlah sarang spesies kunci di dalam kawasan lindung gambut ini,” ujarnya.

Penguasaan hutan dan lahan gambut melalui HGU, kata Yusuf, juga telah memicu konflik lahan dengan masyarakat. Kedua perusahaan ini juga diduga belum merealisasikan kewajiban untuk memberikan 20 persen kebun plasma kepada masyarakat dan mengabaikan proses FPIC (Free Prior and Informed Consent).

“Penguasaan hutan dan lahan gambut melalui izin Hak Guna Usaha (HGU) telah menyebabkan tersulutnya banyak konflik lahan dengan masyarakat,” sebutnya.

Berdasarkan hasil tersebut, Yusuf meminta agar dua perusahaan tersebut menghentikan pembukaan lahan baru di Hutan Gambut Babahrot. Begitu juga dengan Pemerintah di Abdya.

“Pemerintah pusat juga harus meninjau ulang pemberian HGU di kawasan gambut dan menegakkan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan,” ujar Yusuf.

Yusuf juga meminta agar seluruh masyarakat mendukung upaya pelestarian Hutan Gambut Babahrot dan orang utan sumatera.

“Saatnya bersuara menentang aksi perusakan Hutan Gambut Babahrot yang lebih luas,” tegas Yusuf.

“Kita sedang coba ingatkan melalui media supaya ada respon dari pemerintah,” tandas Yusuf.

spot_imgspot_img
spot_img

Hot Topics

Related Articles